Konsep Sehat Sakit dilihat dari segi Keperawatan, Sosial, Budaya, Filsafat, dan Makna Konsep Sehat baru
KONSEP SEHAT SAKIT KEPERAWATAN
A. DEFINISI SEHAT
- WHO ( 1947 )
-
Sehat Þ suatu keadaan yang sempurna
baik fisik, mental maupun sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan.
-
Mengandung tiga karakteristik :
a.
merefleksikan perhatian pada individu sebagai
manusia
b.
memandang sehat dalam konteks lingkungan
internal ataupun eksternal
c.
sehat diartikan sebai hidup yang kreatif dan
produktif
- Status perkembangan
-
Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan
kemampuan berespon terhadap perubahan dalam kesehatan dikaitkan dengan usia.
- Pengaruh sosiokultural
-
Masing-masing kultur punya pandangan tentang
sehat yang diturunkan dari orang tua pada anaknya.
- Pengalaman masa lalu
-
Seseorang dapat merasakan nyeri/sakit atau
disfungsi ( tidak berfungsi ) keadaan normal karena pengalaman sebelumnya
- Harapan seseorang
tentang dirinya
-
Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada
tingkat yang tinggi baik fisik maupun psikososialnya jika mereka sehat.
- FAKTOR LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN DIRI
-
Bagaimana individu menerima
dirinya dengan baik
-
Self Esteem. Body Image,
kebutuhan peran dan kemampuan
-
Jika ada ancaman : anxiety (
cemas )
D.
DEFINISI SAKIT
Þ
Defiasi/penyimpangan dari status sehat
- Parsors ( 1972 )
Sakit Þ
Gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk keadaan
organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya
- Baursams ( 1965 )
Seseorang menggunakan tiga criteria untuk
menentukan apakah mereka sakit :
-
Adanya gejala : naiknya temperatur, nyeri
-
Persepsi tentang bagaimana mereka mersakan
baik, buruk, sakit
-
Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas
sehari-hari, bekerja atupun sekolah
E.
PENYAKIT
·
Istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkurangnya kapasitas
·
Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit
Pada dasarnya merupakan keadaan sehat dan sakit
a.
Hasil intraksi seseorang dengan lingkungan
b.
Sebagai manifestasi keberhasilan/kegagalan
dalam berdaptasi dengan lingkungan
c.
Gangguan kesehatan : ketidakseimbangan antara
factor : Host-Agent-Environment
- FAKTOR YANG MENMPENGARUHI TINGKAH LAKU SEHAT
·
Sehat dan sakit berada pada suatu rentang
dimana setiap orang bergerak sepanjang rentang tersebut
·
Rentang sehat sakit :
a.
Suatu skala ukur secara relatif dalam mengukur
keadaan sehat/kesehatan seseorang
b.
Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis
dan bersifat individual
c.
Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara
optimal pada satu titik dan kematian pada titik lain.
·
Rentang sehat sakit menurut model “ Holistik
Health “
- DAMPAK SAKIT
Efek
sakit terhadap anggota keluarga :
a. Perubahan peran
b. Meningkatkan stress sehubungan
dengan kecemasan tentang hasil dari penyakit dan konflik tentang ketidakbiasaan
dan tanggung jawab
c. Masalah keuangan
d. Kesepian sebagai akibat dari
perpisahan
e. Perubahan dalam kebiasaan social
- DAMPAK DIRAWAT
Efek
dari hospitalisasi dapat mengganggu :
a. Privacy seseorang
b. Autonomy
Keadaan
kemandirian dan mengatur diri sendiri tanpa adanya kontrol dari luar
c. Gaya hidup
Adanya
peraturan/ketentuan yang berlaku di RS
d. Peran
e. Ekonomi
Perawat
dapat memberi support terhadap aktivitas yang meningkatkan kesehatan yang dapat
mengembalikan klien terhadap aktivitas normal sesegera mungkin.
KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT SOSIAL
Konsep sehat dilihat dari segi sosial, berarti
kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Sosiologi kesehatan merupakan ilmu
yang membicarakan tentang
proses perilaku individu atau interaksi masyarakat yang
mempengaruhi status kesehatan dari individu atau
masyarakat tersebut, serta
bagaimana hubungan petugas kesehatan dan
kliennya
Dimensi sosial yaitu dimensi yang melihat dari tingkah
laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga dan
sesama lainnya serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah
laku. Kesehatan
Sosial dapat dilihat dari kemampuan untuk membuat dan mempertahankan
hubungan dengan orang lain, perilaku kehidupan dalam masyarakat. Kesehatan
sosial dapat dilihat juga dari kemampuan untuk memelihara dan memajukan
kehidupan pribadi dan keluarganya sehingga memungkinkan bekerja, beristirahat
dan menikmati hiburan pada waktunya (UU No 9: pasal 3). Kesehatan
sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial,ekonomi,
politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
Peran
sehat dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosial
Adapun nilai yang
dipahami dari dimensi sosial antara lain :
1.
Nilai kebersamaan sosial yaitu masyarakat yang
secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan
makam, membuat umbul-umbul, membuat perayaan hari kemerdekaan, dll.
2.
Nilai religi yaitu hubungan manusia dengan
Tuhan dapat terjalin dengan baik.
3.
Nilai keamanan yaitu masyarakat bisa terbebas
dari seluruh desa dan akan merasa nyaman.
4.
Nilai ekonomi yaitu dengan tetap melaksanakan
upacara masyarakat akan lebih mudah dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Proses terbentuknya suatu sosial melalui sosialisasi
yang terjadi empat tahap yaitu :
1.
Persiapan
Pada tahap ini anak mualai belajar mengambil
peranan orang-orang disekeliling terutama orang yang paling dekat (keluarga).
2.
Meniru
Pada tahap ini anak tidak hanya mengetahui
peranan yang harus dijalankan tetapi harus mengetahui peranan yang dijalankan
orang lain.
3.
Bertindak
Pada
tahap ini anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain
dalam masyarakat luas.
4.
Menerima norma
Pada
tahan ini anak telah siap menjalankan peranan orang lain, ia mulai memiliki
kesadaran akan tanggung jawab Sosialisasi disini juga merupakan proses yang
membantu individu agar belajar menyesuaikan diri bagaimana cara hidup, cara
berfikir dengan kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
MASALAH SEHAT DAN SAKIT
Masalah kesehatan
merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah
lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya,
perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho
socio somatic health well
being, merupakan resultante
dari 4 faktor yaitu:
1. Environment
atau lingkungan.
2. Behaviour
atau perilaku,
Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological
balance.
3. Heredity
atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health
care service berupa
program kesehatan yang bersifat
preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan
dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan)
terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan
pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial, perbedaan
suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan
secara klinis), bergantung dari
variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di
kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat
dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan
satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan
terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi
klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan (equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya
berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep
tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang. Departemen Kesehatan
RI telah mencanangkan kebijakan baru berdasarkan paradigma sehat
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir
pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan
melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor
secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi
kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap
sehat dan bukan hanya Cermin Dunia Kedokteran No. 149, 2005 49 penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya
paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit
segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat
untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah
dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan
sosio cultural.
Dalam bahasa Inggris
dikenal kata disease dan illness sedangkan dalam bahasa
Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat dari segi sosio
kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease
dimaksudkan gangguan fungsi atau
adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang individu,
dengan illness dimaksud reaksi personal, interpersonal, dan kultural
terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman.
Para dokter mendiagnosis
dan mengobati disease, sedangkan pasien mengalami illness yang
dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai kelainan organik
maupun fungsional tubuh. Tulisan
ini merupakan tinjauan pustaka yang membahas pengetahuan sehat-sakit pada aspek
sosial budaya dan perilaku manusia; serta khusus pada interaksi antara beberapa
aspek ini yang mempunyai pengaruh pada kesehatan dan penyakit. Dalam konteks
kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut
sehat pula dalam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya faktor
penilaian atau faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai.
KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT
BUDAYA / ANTROPOLOGI
Istilah sehat mengandung banyak muatan
kultural, sosial dan pengertian
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek.
Konsep Sehat
Konsep
“Sehat” dapat diinterpretasikan orang berbeda-beda, berdasarkan komunitas.
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa orang Papua terdiri dari keaneka ragaman
kebudayaan, maka secara kongkrit akan mewujudkan perbedaan pemahaman terhadap
konsep sehat yang dilihat secara emik dan etik. Sehat dilihat berdasarkan pendekatan
etik, sebagaimana yang yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet
(1992) adalah sebagai beriku:
(1) Konsep sehat dilihat dari segi jasmani
yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena perhatiannya pada fungsi
mekanistik tubuh;
(2) Konsep sehat dilihat dari segi mental,
yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan
dengan emosional dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara
ketiganya;
(3) Konsep sehat dilihat dari segi emosional
yaitu kemampuan untuk mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan
kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat;
(4) Konsep sehat dilihat dari segi sosial
berarti kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain;
(5) Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual
yaitu berkaitan dengan kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dengan
perbuatan baik, secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai
kedamaian dan merasa damai dalam kesendirian;
(6) Konsep sehat dilihat dari segi societal,
yaitu berkaitan dengan kesehatan pada tingkat individual yang terjadi karena
kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi individu
tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yang
tidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan
emosional (Dumatubun, 2002).
Konsep Sakit
Sakit disebabkan karena
adanya suatu penyakit yang mengganggu fungsi fisiologi.
Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena
penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan
peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan
fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain
itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat
tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu Naturalistik dan Personalistik.
Penyebab bersifat Naturalistik
yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah
makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga
kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat
sakit yang dianut pengobat tradisional
(Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu
keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh
kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal,
wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan,
bahkan dirasakan sebagai siksaan
sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep Personalistik
menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan
manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang
sihir, tukang tenung).
Pada penelitian Penggunaan
Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat
(1990), hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak
dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak
mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit
kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas
dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil
diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak
sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika
menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah, gatal,
luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak.
Seorang pengobat
tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai
pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah
sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di
badannya seperti panas tinggi,
penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan
lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada penyakit batin tidak
ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang
gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan
normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak
mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan.
Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat
bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya
uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap
tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas
dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang
termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat,
kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang
ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian
upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab
sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai
berikut :
a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah
perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin. Pengobatannya
adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau
beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya
panas tinggi, supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga
sakit adem karena gejalanya badan panas.
b. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya adalah salah
makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas, makan udang, ikan,
anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan
pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa
Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba
dan lain-lain.
Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya proporsi
campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya
menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu
gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu
pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah
tempat tidur yang ditutupi jaring.
d. Sakit tampek (campak)
Penyebabnya adalah karena
anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di
Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak,
meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaan
dapat mengisap penyakit.
PERSEPSI MASYARAKAT
Persepsi masyarakat
mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung
dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi
kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih
ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
bahkan dapat berkembang luas.
Persepsi masyarakat
mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun.
Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara
busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam
sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi
ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan
pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT
FILSAFAT
Sehat dan sakit adalah keadaan yang menyatu
dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini
kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan
sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai
orang yang sehat atau sakit.
Konsep
sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah
manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan
batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan
pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai.
SEHAT
MENURUT FILSAFAT
Pada zaman klasik Ilmu kedokteran berdasarkan
pada filsafat alam yang berkembang pada waktu itu. Contohnya ilmu kedokteran
Cina yang mendasarkan fenomena sehat dan sakit pada filsafat pergerakan lima
unsur di alam. Namun demikian cukup banyak pula penemuan berdasarkan pengalaman
dan percobaan yang banyak manfaatnya dalam ilmu pengobatan. Menurut ajaran filsafat
dari Cina/Taoisme, sehat adalah gejala ketidakseimbangan antara unsur yin dan
yang, baik antara manusia (mikrokosmos) dengan alam semesta (makrokosmos),
maupun unsur-unsur yang ada pada kehidupan di dalam tubuh manusia sendiri. Dalam
ajaran Taoisme, ditegaskan bahwa semua isi alam raya dan sifat-sifatnya bisa
digolongkan ke dalam dua kelompok yang disebut kelompok yin (sifatnya mendekati
air) dan kelompok yang (sifatnya mendekati api). Sifat
yin dan yang saling berlawanan, saling menghidupi, saling mengendalikan, saling
mempengaruhi tetapi membentuk sebuah kesatuan yang dinamis (harmonisasi).
Contohnya, lelaki-perempuan, panas-dingin, terang-gelap, aktif-pasif, dan
seterusnya. Seseorang akan dikatakan sakit jika tejadi ketidak seimbangan
antara yin dan yang.
Sebenarnya, dalam filsafat-filsafat kuno, atau
perenialisme modern, ruh, pikiran dan raga tak pernah dilihat sebagai dua hal
yang terpisah. Istilahnya, yang sekarang kembali lagi populer, holistik
(belakangan, sebagai alternatif terhadap kedokteran modern yang bersifat
mekanistik-ragawi, orang mulai memperkenalkan kembali istilah kedokteran, atau
penyembuhan (healing) holistik (holistic medicine).
Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang fisika
dan biologi pada akhir abad XX ini, terutama penemuan-penemuan tentang teori
relatifitas, teori kuantum, dan biomolekuler telah mempengaruhi paradigma
kelimuan yang ditegakkan oleh Newton dan Rene Descartes pada zaman renaissance.
Dalam bidang ilmu kedokteran, pandangan terhadap manusia yang terlalu
mekanistik, dan dikhotomik yang memisahkan antara fisik dan psikhis, telah
bergeser menjadi lebih bersifat spiritual dan memandang manusia secara holistik
dan seimbang, akan mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya
bioetika. Kecenderungan bioetika sebelumnya yang lebih bersifat sekuler, otonom
dan pluralistik akan lebih disesuaikan dengan prinsip etika yang lebih
memperhatikan perspektif spiritualitas dan holistik. Dengan adanya penemuan
berbagai jenis kecerdasan pada manusia, seperti kecerdasan emosional dan
spiritual disamping kecerdasan intelektual mendorong pendekatan pandangan
tentang existensi manusia pada aspek-aspek non materi disamping aspek materi.
Dalam filsafat Islam , berkembang sebuah aliran
yang disebut sebagai teosofi trasenden (al-hikmah al-muat’aliyah). Dalam
aliran ini, holisme kembali ditegaskan karena gagasannya tentang sifat ambigu
eksistensi (tasykik) dan gerak substansial (al-harakah al-jawhariyah). Yakni,
bahwa keberadaan manusia senantiasa berada dalam limbo, berada di antara satu
tingkat dan tingkat lainnya dalam tangga keberadaan, bergerak dari yang
sepenuhnya bersifat fisik dan material hingga ke yang sepenuhnya bersifat
ruhaniah. Dan bahwa sesungguhnya tak ada batas yang memisahkan keberadaan
fisikal dengan yang bersifat mental, psikologis, maupun ruhaniah (spiritual).
Kapan saja, manusia bisa berada secara lebih fisikal, tapi juga bisa meningkat
ke yang lebih spiritual. Dan sebaliknya. Dalam filsafat ini, sebagaimana juga
dalam ajaran Islam pada umumnya, orang menjadi lebih spiritual karena amal-amal
salih yang dilakukannya. Dalam konteks pembicaraan kita ini, orang lebih
spiritual dengan kata lain, lebih bahagia berkat amal-amal salih yang
mendekatkannya pada khazanah alam spiritual, kepada Tuhan sebagai puncak
spiritualitas.
KONSEP
BARU TENTANG MAKNA SEHAT
Konsep
sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai,
peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman
keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai sesuatu yang dibanggakan sedang sakit
sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi
Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan
bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental
dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan
kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat
apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab
penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan
seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsure
hidup produktif social dan ekonomi.Definisi terkini yang dianut di beberapa
negara maju seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat
adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep
sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di
dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan
masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala
nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Sistem Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar menurut Deklarasi
Alma Ata ( 1978 )
1. Kesehatan adalah keadaan sempurna dalam aspek
fisik, mental dan sosial serta bebas dari penyakit atau kecacatan merupakan hak
azasi manusia yang fundamental
2.
Ketidak seimbangan status kesehatan antara negara dan antar daerah dalam suatu
negara diakui dan disadari oleh semua Negara
3. Pemerintah
bertanggung jawab atas kesehatan masyarakatnya dan masyarakat berhak dan
terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaanya
4. Agar dalam tahun 2000 status kesehatan masyarakat di
setiap negara memungkinkan setiap penduduk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN
KESEHATAN
1. Faktor Internal
a. Tahap
Perkembangan
Artinya
status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia)
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
b.
Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan
seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk
menjaga kesehatan sendirinya.
c.
Persepsi tentang fungsi
Cara
seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung
yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang
tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang
cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari
penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap
kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
d.
Faktor Emosi
Faktor
emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya
cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan
cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat
tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.
e.
Spiritual
Aspek
spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau
teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. Spiritual bertindak
sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual
seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari
perspektif yang luas.
2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara
bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara
individu dalam melaksanakan kesehatannya
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor
sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk
sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yang berhubungan erat
dan pada pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi saling tumpang tindih
satu sama lain. Peningkatan kesehatan merupakan upaya
memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan individu saat ini. Sedangkan
pencegahan penyakit merupakan upaya yang bertujuan melindungi individu dari
ancaman kesehatan yang bersifat aktual maupun potensial.
Kegiatan Peningkatan Kesehatan dapat bersifat Aktif
maupun Pasif
a. Peningkatan Kesehatan Pasif
Merupakan
strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan memperoleh manfaat dari
kegiatan yang dilakukan oleh orang lain tanpa harus melakukannya sendiri.
b. Peningkatan Kesehatan Aktif
Pada
strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan program
kesehatan tertentu.
Sedangkan
Pencegahan Penyakit terdiri dari beberapa tingkatan antara lain:
a. Pencegahan Primer
a. Pencegahan Primer
1.
Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan
fungsi, dan diberikan kepada klien yang sehat secara fisik dan mental.
2. Tidak
bersifat tera¬peutik, tidak menggunakan tindakan yang terapeutik, dan tidak
menggunakan identifikasi gejala penyakit
b. Pencegahan Sekunder
1. Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada
individu yang meng-alami masalah kesehatan atau penyakit, dan individu yang
berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
2. Pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa
dan pemberian intervensi yang tepat sehingga akan mengurangi keparahan kondisi
dan memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang normal sedini
mungkin.
3.
Pencegahan komplikasi sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan
kesehatan lain yang memiliki fasilitas memadai.
4. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan
pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara
menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit.
c.
Pencegahan Tersier
1.
Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang
permanen dan atau tidak dapat disembuhkan.
2.
Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau
ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
penurunan kesehatan
3.
Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada
pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit.
No comments:
Post a Comment